Bahaya
Riba
Riba
sudah sejak lama menjadi perhatian Islam. Hal itu karena dampaknya yang sangat
buruk dan sangat luas di masyarakat.
Dalam
sebuah hadist sahih jelas disebutkan bahwa orang yang berinteraksi dengan Riba
dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya.
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ : لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا
وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Dari
Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan
Beliau bersabda, “Mereka semua sama (kedudukannya dalam hal dosa).
(Diriwayatkan oleh Muslim III/1219 no. 1598).
Banyak
sekali orang yang hancur kehidupannya gara-gara riba. Lebih jauh, para pemakan
riba akan mendapatkan siksa sangat dahsyat di akhirat kelak.
Hadist-hadist
sahih berikut ini dapat memberikan gambaran besarnya dosa riba.
1.
Memakan riba lebih buruk dosanya daripada berzina.
Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
دِرْهَمُ
رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ
زَنْيَةً
“Satu
dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui
bahwa yang di dalamnya adalah hasil riba, dosanya itu lebih besar daripada
melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa
hadits ini shahih).
2. Dosa
teringan dari memakan Riba itu setara dosa menzinahi Ibu Kandungnya Sendiri,
naudzubillah min dzalik
Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
الرِبَا
ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ
وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba
itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang
menzinahi ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul
Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa Hadits ini shahih dilihat dari jalur
lainnya).
Berikut
ini adalah beberapa keburukan dari riba.
1.
Hilangnya keberkahan harta.
Allah
ta’ala berfirman:
يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah
memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah.” (QS. Al-Baqarah: 276)
2. Para
pemakan riba akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat kelak dalam keadaan
seperti orang gila.
Allah
ta’ala berfirman:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang
yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)
3. Para
pemakan riba diazab dengan keras di neraka
Diriwayatkan
dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda menceritakan tentang siksaan Allah kepada para pemakan
riba, bahwa “Ia akan berenang di sungai darah, sedangkan di tepi sungai ada
seseorang (malaikat) yang di hadapannya terdapat bebatuan, setiap kali orang
yang berenang dalam sungai darah hendak keluar darinya, lelaki yang berada di
pinggir sungai tersebut segera melemparkan bebatuan ke dalam mulut orang
tersebut, sehingga ia terdorong kembali ke tengah sungai, dan demikian itu
seterusnya.”. (HR. Bukhari II/734 nomor 1979).
4. Tak
akan diterima sedekah, infaq dan zakat yang dikeluarkan dari harta riba.
Allah
Subhanu wa Ta’ala berfirman :
وَمَا
آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ
اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُضْعِفُون
“Dan
sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
(QS. Ar-Ruum: 39)
Hal ini
dipertegas oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Wahai
manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak akan menerima sesuatu
kecuali yang baik.” (HR. Muslim II/703 nomor 1015, dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu).
5. Do’a
pemakan riba tidak akan didengarkan dan dikabulkan oleh Allah.
Di dalam
hadits yang shohih, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
menceritakan
ثُمَّ
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى
السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».
Bahwa
ada seseorang yang melakukan safar (bepergian jauh), kemudian menengadahkan
kedua tangannya ke langit seraya berdo’a, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku!” Akan
tetapi makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan
dikenyangkan oleh barang yang haram. Maka bagaimana mungkin do’anya akan
dikabulkan (oleh Allah)?”. (HR. Muslim II/703 no. 1015).
Apa Itu
Riba?
Perlu
diketahui bahwa riba adalah kebiasaan buruk orang-orang Yahudi sejak zaman
dulu.
“Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan
riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’:
160-161)
Jika ada
kaum muslimin yang bermuamalah secara ribawi berarti telah mengikuti, meniru
perilaku orang-orang yahudi tersebut sehingga nasibnya pun sama seperti mereka,
yaitu akan mendapatkan azab yang pedih di akhirat.
Ada
beberapa jenis riba yang masing-masing bisa sangat berbeda meskipun secara
hakikat adalah sama.
Riba
secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Salah
satu definisi riba (pinjaman) adalah penetapan bunga atau kelebihan atas
pengembalian dibandingkan dengan jumlah pinjaman pokok berdasarkan persentase
tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam.
Jenis-Jenis Riba
Mayoritas
ulama menyatakan bahwa riba bisa terjadi dalam dua hal, yaitu dalam utang
(Dain) dan dalam transaksi jual-beli (Bai’). Keduanya biasa disebut
dengan istilah riba utang (Riba Duyun) dan riba jual-beli (Riba Buyu’).
Mari
kita tinjau satu persatu.
Riba
Dalam Utang
Dikenal
dengan istilah Riba Duyun, yaitu mengambil tambahan terhadap utang.
Riba ini
terjadi dalam :
-transaksi
utang-piutang (Qardh) atau
-transaksi
tak tunai selain Qardh, semisal transaksi jual-beli kredit (Bai’ Muajjal).
Perbedaan
antara utang yang muncul karena Qardh dengan utang karena jual-beli adalah asal
akadnya.
Utang
Qardh muncul karena akad utang-piutang, yaitu meminjam harta orang lain untuk
diganti pada waktu lain.
Sedangkan
utang dalam jual-beli muncul karena ada harga yang belum dibayarkan, baik
sebagian atau seluruhnya, saat serah terima barang. Sisa harga yang belum
dibayarkan ini yang menjadi utang.
Contoh
riba dalam utang-piutang (Riba Qardh), misalnya, jika si A berhutang sebesar
Rp. 1 juta kepada si B dengan tempo pengembalian satu bulan.
Sejak
awal disepakati bahwa si A wajib mengembalikan utang ditambah bunga 10%. Adanya
tambahan 10% tersebut merupakan riba yang diharamkan.
Sedikit
berbeda adalah Riba Duyun yaitu jika A dan B menyepakati ketentuan apabila A
mengembalikan utangnya tepat waktu maka dia tidak dikenai tambahan, tetapi jika
dia tidak mampu mengembalikan utangnya tepat waktu maka temponya diperpanjang
dan dikenakan denda atas utangnya tersebut.
Tambahan
ini menjadi riba.
Riba
Duyun secara khusus disebut Riba Jahiliyah karena banyak dipraktekkan pada
zaman pra-Islam, meski asalnya merupakan transaksi Qardh (utang-piutang).
Selain
itu ada riba utang yang muncul dalam muamalah selain Qardh (pinjaman) yaitu
dalam transaksi jual beli kredit.
Contohnya
adalah apabila si X membeli motor kepada Y secara Non Tunai atau kredit dengan
tempo pelunasan 3 tahun.
Di awal
disepakati harga kredit, misalnya Rp 15 juta yang harus dibayarkan dalam 3
tahun dicicil secara bulanan.
Jika
dalam 3 tahun cicilan lancar, maka total cicilan yang dibayar tetap Rp 15 juta.
Tapi,
bila terlambat membayar cicilan di satu bulan tertentu atau tidak berhasil
melunasi dalam 3 tahun, maka tempo akan diperpanjang dan si X dikenai denda
sebesar 5%, misalnya.
Maka,
adanya tambahan ini adalah Riba, apapun alasannya.
Akan
tetapi, perlu ditegaskan bahwa bila ada dua harga, yaitu Harga Cash dan Harga
Kredit. Itu bukanlah sesuatu yang melanggar syari'i. Meskipun Harga Kredit
lebih mahal daripada Harga Cash.
Yang
penting adalah pada saat sudah terjadi akad kredit, di mana penjual dan pembeli
sudah sepakat atas Harga Kredit dan tempo pelunasan, maka penjual tidak boleh
mengambil kelebihan harga dengan alasan apapun. Meskipun pembeli terlambat
membayar dalam tempo tersebut, haram hukumnya untuk menerapkan denda
keterlambatan.
Bila ada
denda keterlambatan, maka ini tergolong riba.
-Wallahu
Alam-
No comments:
Post a Comment